Hikayat Si Miskin – Ini hikayat cerita orang dahulu kala. Sekali peristiwa “Allah subhanahu wata’ala” menunjukkan kekayaannya kepada hambanya, maka adalah seorang miskin laki bini berjalan mencari riskinya berkeliling negeri antah berantah. Adapun nama raja di dalam negeri itu maharaja Indera Dewa namanya, terlalu amat besar kerajaan baginda itu, beberapa raja-raja di tanah dewa itu takluk kepada baginda. Dan mengantar upeti kepada baginda pada tiap-tiap tahun.
Hatta, maka pada suatu hari baginda sedang ramai dihadap oleh segala raja-raja, menteri, hulubalang, rakyat, sekalian ada di hadapan, maka si miskin sampailah ke penghadapan itu. Setelah dilihat oleh orang banyak, si miskin laki bini dengan rupa keletihannya seperti dimamah anjing rupanya, maka orang banyak itupun ramailah ia tertawa, seraya mengambil kayu dan batu maka dilemparilah akan si miskin itu kena tubuhnya habis bengkak-bengkak, berdarah.
Maka sekali tubuhnya pun berlumur dengan darah, maka orang itu gemparlah. Maka titah baginda; apakah yang gempar di luar itu? Sembah segala raja itu: “Ya Tuanku Syah Alam, orang melempari si miskin, tuanku”
Maka titah Baginda: suruh usir jauh–jauh. Maka diusir oranglah akan si miskin itu, hingga sampailah di tepi hutan, maka orang banyak itupun kembalilah. Maka hari pun malamlah, maka bagindapun berangkatlah masuk kedalam istana itu, maka segala raja-raja dan menteri, hulubalang, rakyat itupun masing-masing pulang ke rumahnya. Adapun akan si miskin itu, apabila malam ia pun tidurlah di dalam hutan itu.
Setelah siang hari, maka ia pun pergi berjalan masuk ke dalam negeri mencari rizkinya. Maka apabila sampailah di kota kepada kampung orang, apabila orang yang empunya kampung itu melihat akan dia, maka diusirlah dengan kayu. Maka si miskin itupun larilah ia lalu ke pasar. Maka apabila dilihat oleh orang pasar itu si miskin datang, maka masing-masing pun datang, ada yang melempari dengan batu, ada yang memalu dengan kayu. Maka si miskin itu pun larilah tunggang langgang tubuhnya habis berlumur dengan darah.
Maka menangislah ia besar-besar sepanjang jalan itu dengan tersangat lapar dahaganya seperti akan matilah rasanya. Maka ia pun bertemu dengan tempat orang membuangkan sampah-sampah, maka berhentilah ia di sana maka dicaharinyalah dalam sampah yang bertimbun itu barang yang boleh dimakan. Maka didapatnyalah ketupat yang sudah basi buangkan oleh orang pasar itu, dengan buku tebu, lalu dimakannya ketupat yang sebiji laki bini.
Setelah sudah dimakannya ketupat itu maka barulah dimakannya buku tebu itu. Maka adalah segar rasa tuan hamba, karna beberapa lamanya tiada merasakan nasi, hendak mati rasanya. Ia hendak meminta kerumah orang, takut jangankan diberi orang barang sesuatu hampir kepada rumah orang itupun tiada boleh.
Demikianlah hari si miskin itu sehari-hari. Hatta maka haripun petanglah maka si miskin pun berjalanlah masuk kedalam hutan, tempatnya sediakala itu, disanalah ia tidur. Maka diapuilah darah yang ditubuhnya, tiada boleh keluar, karena darah itu sudah kering. Maka si miskin itupun tidurlah di dalam hutan itu.
Setelah pagi-pagi hari, maka berkatalah si miskin kepada isterinya: “Ya tuanku, matilah rasa akan ini, sangatlah sakit rasanya tubuhku ini maka tidaklah berdaya lagi. Hancurlah rasanya anggautaku ini”.
Maka iapun tersedu-sedu menangis. Maka terlalu belas rasa hati istrinya melihat kaki suaminya demikian itu. Maka lalu menangis pula.
Seraya mengambil daun kayu, lalu dimamahnya, maka diusapkannyalah seluruh tubuh suaminya sambil berkata: “Diamlah tuan, jangan menangis, sudahlah dengan untung kita, maka jadi selaku ini”.
Adapun akan si miskin itu asalnya daripada raja keindraan, maka kena sumpah Batara Indra maka jadilah ia sedemikian itu. Maka suaminya itupun segarlah sedikit tubuhnya. Setelah itu maka suaminya pun masuk ke dalam hutan mencahari embut yang muda, yang patut dimakan, maka dibawanyalah kepada istrinya, maka dimakanyalah laki-bini.
Hatta beberapa lamanya, maka isterinya si miskin itupun hamilah 3 bulan lamanya, maka istrinya menangis hendak makan mempelam yang ada di taman raja itu. Maka suaminya itupun terkenangkan untungnya tatakala ia di keindraan menjadi raja tiada mau ia beranak.
Maka sekarang telah menderita maka baharulah hendak beranak, seraya berkata kepada istrinya: “Ayuhai Adinda, tuan hendak membunuh kakandalah! Rupanya ini tiadakah tuan tahu akan hal kata, yang sudah lalu itu? Jangankan hendak meminta barang suatu hampir kepada kampung orang tiada boleh”
Setelah didengar oleh istrinya kata suaminya demikian itu, maka makinlah ia sangat menangis, maka kata suaminya: “Diamlah, tuan jangan menangis, barulah kakanda pergi mencaharikan tuan mempelam itu. jika dapat oleh kakanda akan buah mempelam itu, kakanda berikan kepada tuan”
Maka istrinya itupun diamlah, maka suaminya itupun pergilah ke pasar mencahari buah mempelam itu. Setelah sampailah ia di kedai orang berjual buah mempelam, maka si miksin itupun bermintalah di sana.
Hendakpun dimintanya, takut ia akan dipalu orang, maka kata orang yang berjual buah mempelam itu, “Hai miskin apa kehendakmu?”
Maka sahut si miskin itu: “jikalau ada belas dan kasihan serta rahim tuan akan hamba, orang miskin, hamba ini minta diberikan yang sudah terbuang itu, hamba hendak memohonkan buah mempelam tuan yang sudah busuk itu barang sebiji sahaja, tuan”
Maka terlalu belas hati sekalian orang pasar itu, yang mendengar kata si miskin itu, seperti hancurlah rasa hatinya. Maka ada yang memberi mempalam, ada yang memberikan juadah, ada yang berikan nasi, ada yang memberikan kain baju, ada yang memerikan buah-buan oleh sebab anak yang diidamkan oleh istrinya itu. Maka si miskin itu heranlah akan dirinya, oleh sebab di hari orang pasar itu berbagai jenis pemberian.
Adapun akan dahulu, jangankan diberinya barang suatu, hampirpun tiada boleh, habislah dilemparinya dengan kayu dan batu. Setelah sudah ia berpikir dalam hatinya demikian itu, maka ia pun kembalilah ke dalam hutan mendapatkan istrinya.
Maka katanya: “Inilah tuan buah mempalam dan segala buah-buahan dan makan-makanan dan kain-kain baju”.
Itupun ditunjukanlah kepada istrinya,seraya menceritakan hal ikhwalnya tatkala ia di pasar itu. Maka istrinya pun menangis, tidak mau makan jikalau bukan buah mempalam yang di dalam taman raja itu biarlah aku mati sekali. Maka terlalulah sebal hati suaminya itu melihatkan kelakuan istrinya itu, seperti orang, yang hendak mati rupanya, tiadalah berdaya lagi. Maka suaminya itupun pergilah menghadap maharaja Indra dewa itu.
Maka baginda itupun sedang ramai dihadap oleh segala raja-raja, maka si miskin datanglah, lalu masuk ke dalam sekali.
Maka titah baginda: “Hai miskin apa kehendakmu?”
Maka sahut si miskin : “Ada juga tuanku”
Lalu ia sujud, kepalanya lalu diletakkannya ke tanah: “Ampun tuanku beribu-ribu ampun tuanku jikalau ada karunia dulisyah alam akan petaka, hamba orang yang hina ini hendaklah memohonkan daun mempalam syah alam, yang sudah gugur ke bumi barang sehelai, tuanku”.
Maka titah baginda: “Hendak kau buatkan apa daun mempelam itu?”
Maka sembah si miskin: “Hendak dimakan, tuanku”
Maka titah baginda: “Ambikanlah barang setangkai, berikan kepada si miskin ini”
Maka diambilkan oranglah, diberikan kepada si miskin itu, maka diambilah oleh si miskin itu seraya menyembah kepada baginda itu, lalu keluar ia berjalan kembali.
Setelah itu, maka baginda berangkatlah masuk ke dalam istana, maka segala raja-raja dan menteri, hulubalang, rakyat sekalian itupun masing-masing pulang ke rumahnya.
Arkian maka si miskin pun sampailah kepada tempatnya. Setelah dilihat oleh istrinya akan suaminya datang itu membawa buah mempalah setangkai, maka ia tertawa seraya disambutnya, lalu dimakannya.
Maka adalah antaranya tiga bulan lamanya, maka ia pun menangis pula hendak makan nangka, yang di dalam taman raja itu juga. Maka si miskin itupun pergilah pula memohonkan kepada baginda itu maka sujudlah pula Ia kepada baginda.
Maka titah baginda: “Apapula kehendakmu, hai miskin?”
Maka sahut si miskin: “Ya tuanku, ampun beribu ampun”, serta sujud kepalanya lalu diletakkan ke tanah serta ia berkata pula: “Hamba ini orang yang miskin, hamba minta daun nangka yang gugur ke bumi barang sehelai”
Maka titah baginda: hai miskin, hendak kau buatkan apa daun nangka? Baiklah aku beri buahnya barang sebiji. Maka diberikan kepada si miskin itu, maka ia pun sujud seraya bermohon kembali mendapatkan istrinya itu, maka disambutnya buah nangka itu, lalu dimakan oleh istrinya itu. Adapun selama istrinya si miskin itu hamil, maka makanan-makanan, kain, baju, beras, padi dan segala perkakas-perkakas itu diberi orang kepadanya.
Hata maka dengan hal yang demikian itu, maka genaplah bulannya, maka pada ketika yang baik dan sangat yang sempurna, pada malam empat belas hari bulan, maka bulan itupun sedang terang temerang, maka pada ketika itu istrinya si miskin itu pun beranaklah seorang anak laki-laki terlalu amat baik parasnya dan elok rupanya. Maka dinamai akan anaknya itu Marakarma artinya anak di dalam kesukaran. Maka dipeliharakannyalah anak itu, maka terlalulah amat kasih sayangnya akan anaknya itu tiada boleh bercuri barang seketika jua pun dengan anaknya Marakarma itu.
Hata maka dengan takdir Allah SWT. menganugerahi kepada hambanya, maka si miskinpun menggalilah tanah hendak berbuat tempatnya tiga beranak itu. Maka digalinyalah tanah itu hendak mendirikan tiang teratak itu, maka tergalilah kepada sebuah tujuan yang besar berisi emas terlalu banyak.
Maka istrinya itupun datanglah melihat akan emas itu, seraya berkata kepada suaminya: “Adapun akan emas ini, sampai kepada anak cucu kita sekalipun tiada habis dibuat belanja.”
Maka terlalulah sekejut hatinya lagi istriku itu, maka oleh istrinya diambilnya emas itu, dibawanya kepada suaminya. Maka si miskin itu pergilah kepada saudagar-saudagar yang di dalam negeri antah berantah itu. Setelah itu, maka bertemulah ia dengan saudagar itu.
Maka segeralah ia ditegur oleh saudagar itu seraya katanya: “Marilah tuan hamba duduk dekat hamba disini. Dari mana tuan datang ini dan apakah maksud tuan hamba datang kepada hamba ini?”
Maka kata si miskin itu seraya tersenyum: “Ada juga kehendak hamba ini kepada tuan hamba. Jikalau tuan hamba boleh menolong akan hamba ini, hamba katakanlah.”
Maka sahut saudagar itu: “Katakanlah hajat tuan hamba, supaya hamba tahu.”
Maka si miskin itupun berkata seraya mengeluarkan emas daripada kandangnya, sambil berkata: “Inilah emas hamba, hamba hendak minta tolong kepada tuan hamba belikan kaus sepasang.”
Maka setelah dilihat oleh saudagar itu akan emas itu terlalu banyak, maka terlalulah heran. Saudagar itu melihat hal si miskin itu seraya berkata saudagar itu: “Baiklah, tetapi hamba berjanji kepada tuan, jikalau ada suka, perjanjian setelah lamanya karena sukar itu pekerjaan ini.”
Maka kata si miskin: “Baiklah. Maka ia pun bermohon kepada saudagar itu belikan tongkat.”
Hata dengan hal yang demikian, maka habislah segala saudagar dalam negeri antah berantah itu ada yang disuruh membeli payung, ada yang disuruhnya membeli kendi, ada yang disuruhnya membeli lampu nya, ada yang disuruhnya membeli pedang, ada yang disuruhnya membeli otar-otar, ada yang disuruhnya membeli kursi, ada yang disuruhnya membeli kursi, ada yang disuruhnya membeli kuda, ada yang disuruhnya membeli pelana kuda, ada yang disuruhnya membeli kain-kain.
Setelah sudah, maka kembalilah ia ke tempatnya, maka ia pun mandi dan berlama lima tahun ia sudah mandi, maka diambilnyalah anaknya itu seraya ia berkata: “jikalau singgah-singgah anak dewa-dewa telah menerangkan muka ayahanda ini, jadilah negeri di dalam hutan ini sebuah lengkaplah dengan kota, parit dan istananya serta dengan menteri, hulubalang, rakyat sekalian dan segala raja di bawah baginda, betapa adat segala raja-raja yang besar-besar”.
Maka dengan takdir Allah Subhanahuwataallah menunjukkan kodrat, iradatnya atas hambanya, maka jadilah sebuah negeri dengan selengkapnya alat kerajaan itu, maka si miskin bersalin nama Maha Raja Indera Angkasa. Dan isterinya dinamainya Tuan Puteri Ratna Dewi, dan negerinya Puspasari.
Hata beberapa lamanya maharaja Angkasa duduk di atas tahta kerajaan maha terlalu adil baginda, serta dengan murahnya diberinya anugrah akan segala raja-raja yang di bawahnya kepada menteri, hulubalang, rakyat sekalian itu betapa adat tatkala ia jadi raja di keindraan itu demikian diperbuatnya.
Maka mashurlah wartannya itu kepada segala raja-raja mengatakan hal Si Miskin itu telah menjadi raja di negeri Puspasari, lagi amat sifatnya, dapatlah ia mencayanya negeri dengan selengkapnya itu.
Arkian maka beberapa lamanya Baginda itu duduk di atas tahta kerajaan, maka ananda maharaja “Marakarma” itupun telah besarlah ia, maka makin baik parasnya dan budi pekertinya pun amat baik kepada segala inang pengasuhnya itupun terlalu amat kasih sayangnya kepada maharaja Marakarma itu.
Maka Tuan Puteri itu pun hamillah pula. Maka segala inang pengasuhnya, dan segala istri raja-raja dan istri segala menteri, hulubalang pun masuklah menghadap membawa persembahan idam-idaman dan segala buah-buahan dan santap-santapan.
Setelah beberapa lamanya, maka genaplah bulannya, maka datanglah pada ketika yang baik dan sangat yang sempurna, maka tuan Putri pun berputralah seorang perempuan terlalu amat baik parasnya, gilang-gemilang, kilau-kilauan rupanya. Maka dimandikan orang di dalam batala emas.
Setelah sudah dimandikan itu, maka diperbuat orang betapa adat raja-raja yang besar-besar berputera itu, demikian diperbuat akan anaknda baginda itu seraya dinamai akan anaknya itu Tuan Puteri Nila Kaslam. Maka segala buai-buaian pun dipalu oranglah, gegap gempita bicaranya.
Baginda pun keluarlah memberi persoalan akan segala raja-raja dan menteri, hulubalang, rakyat sekalian itu masing-masing dengan pendiriannya. Maka baginda pun duduklah makan minum bersuka-sukaan empat puluh hari dan empat puluh malam, orang-orang berjaga-jaga dan masing-masing dengan permainannya.
Baca Juga: 7 Unsur Intrinsik Cerpen